Madihin merupakan suguhan pentas monolog oleh satu atau dua orang seniman tradisional. Pentas tersebut merangkai syair dan pantung yang diiringi dengan musik gendang khas Banjar. Biasanya, kesenian madihin melemparkan sindiran-sindiran, pesan sosial, atau moral dengan kosa kata yang menggelitik dan lucu. Kata-kata yang digunakan muncul secara spontan menggunakan bahasa Melayu setempat atau bahasa Banjar. Kesenian ini Madihin akan diiringin dengan alat musik tradisional yang dipukul oleh pemadihin sendiri atau orang lain.
Menurut Maestro Madihin Kalimantan Selatan H. Anang Syahrani tentang perkembangan madihin. Dahulu madihin itu bersahut sahutan dan biasanya ada yang bertanya ada yang menjawab yang menjadi ciri khas dalam madihin, namun sesuai dengan perkembangan zaman dan tergantung dari yang memerankan. Madihin, seni tradisional Banjar, memiliki kekayaan yang tak ternilai, di mana setiap generasi membawa ciri khasnya masing-masing. Baik seniman madihin kawakan maupun generasi milenial, mereka mengekspresikan madihin sesuai dengan gaya dan interpretasi pribadi, tetap mengikuti struktur yang ada. Madihin bukan sekadar hiburan, namun memiliki etika, kesantunan, dan pesan moral yang dikenal sebagai pepadah. Pemadihin dituntut untuk bijak dalam menyaring materi yang akan dibawakan, memastikan bahwa konten tersebut layak dan sesuai dengan tempat dan kesempatan. Hal ini penting untuk menjaga agar madihin tetap dapat memberikan edukasi yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu, seorang pemadihin harus kreatif dan peka terhadap selera masyarakat serta tren terkini. Madihin dapat beradaptasi dengan situasi, bahkan mengisi ruang-ruang formal dengan pesonanya. Keterampilan membaca keadaan zaman dan menyesuaikan penampilan membuat madihin tetap relevan dan dihargai di berbagai kalangan.
Fungsi Madihin
Mahidin ditampilkan dengan beragam fungsi mulai hiburan, nasihat, media informasi, pengarahan agama, dan media hiburan untuk mengumpulkan massa. Biasanya madihin tampil dalam acara perkawinan, sunat rasul, hajatan, hari- hari besar (kenegaraan, daerah, atau keagamaan), kampanye partai politik, khitanan, menyambut tamu leluhur, khitanan anak, kelahiran anak, pesta penen, tolak bala, upacara hukum adat, dan lain sebagainya. Madihin biasanya ditampilkan pada malam hari sesuai dengan waktu acara, namun pada saat ini madihin juga ditampilkan pada siang hari sesuai permintaan. Dahulu, Madihin ditampilkan di tempat terbuka, seperti halaman atau lapangan dengan panggung ukuran 4 X 3 meter. Saat ini, Madihin kerap dipertunjukkan di dalam gedung pertunjukkan.
Referensi :
- Daniswari, D. (2022). Madihin, sastra lisan di Banjar, latar belakang dan fungsi. Kompas.com. https://regional.kompas.com/read/2022/09/30/152535178/madihin-sastra-lisan-di-banjar-latar-belakang-dan-fungsi
- Heldawati. (2024). Pekembangan Madihin dari Zama ke Zaman. RRI. https://www.rri.co.id/hiburan/512092/pekembangan-madihin-dari-zama-ke-zaman